Tatkala diri mengenal insani,
mendekatlah dia berlari-lari,
sembari selipar tidak di kaki,
Madani menunjuk diri.
Maka junjungi dia,
dari hulu hingga muara,
pujalah hai jiwa,
dari desa sampai kota,
laungkan hai seluruh ahli zikir,
perihal Madani yang telah terbit di fikir.
Sedekad mala tertunduk bangsa,
tidak pula kerana si tulang tua,
tapi cinta lama yang terkurung suara.
Maka,
lesu gemalailah si tamadun tua,
dengkik jiwanya melonglai binasa,
alah bisa, bilangnya tegal sudah terbiasa.
Mekarlah bangkit hai sekalian hati,
walau di celah peradaban kota nan mati,
waima bagai kiamat sudah di depan mata,
sekalipun harapan mati tak mampu hidup semula.
Bukalah mata,
jika benar Madani ada di jiwa.
Karya ini adalah © Hak Cipta Terpelihara WadahDBP. Sebarang salinan tanpa kebenaran akan dikenakan tindakan undang-undang.